Ma’had Al-Jami’ah: Antara Kebijakan dan Kepastian

- Advertisement - Pfrasa_F
Ilustrator: Mhd. Haris

UIN SU atau yang lebih dikenal dengan ‘Kampus Juara’ terus berbenah untuk mempersiapkan tahun ajaran baru 2020–2021. Salah-satu di antara banyak kebijakan yang sedang direncanakan oleh UIN SU adalah program Ma’had Al-Jam’iah seperti yang tertulis pada Surat Edaran Nomor: B. 16/Un.11. R/B. I. 3c/KS. 02/05/2020 yang ditetapkan pada 4 Mei lalu dengan tujuan memperkuat pengetahuan keislaman serta kemampuan berbahasa asing para mahasiswa baru (Maba) tahun ajaran 2020–2021. Walaupun dengan visi besar tersebut, ternyata program ini mendapat dukungan penuh dari beberapa orang.

Awal Keluhan Atas Kebijakan

Hal tersebut berawal dari keluarnya Surat Keputusan Rektor UIN SU Nomor 142 yang melampirkan rincian biaya yang harus dibayarkan oleh para Maba tahun ajaran 2020–2021 saat menjalani program wajib ma’had. Surat keputusan yang ditetapkan pada tanggal 8 Mei 2020 itu memberitahukan bahwa Maba harus membayar tarif wajib ma’had dengan total nominal Rp3.600.000 per semester dan belum termasuk uang kuliah tunggal (UKT) yang juga merupakan biaya yang wajib dibayarkan oleh para Maba. Surat keputusan tersebut kemudian dilanjutkan dengan keluarnya Surat Edaran Nomor: B.28/Un.11.WR.1/B.5b/PP.00.0/05/2020 tentang tata cara pembayaran tarif ma’had yang ditetapkan pada 14 Mei 2020.

Alya Sukma Ramadani salah satu Camaba yang mengetahui informasi tersebut mengaku keberatan dengan biaya ma’had yang harus dibayar sekaligus dengan UKT. “Beratnya di ma’had, awalnya sudah senang mendapat UKT 2, murah biayanya. Namun, saat diberitahukan biaya ma’had seakan ingin mundur,” ujar Alya selaku Camaba Prodi Ilmu Komunikasi.

Senada dengan Alya, Rizky Akbar Muhaimin CamabaFakultas Usuludin dan Studi Islam (FUSI) mengaku ragu untuk melanjutkan menimba ilmu di UIN SU terkait tarif yang harus dibayarkan. “Saya ragu antara lanjut atau tidak, tergantung kepada pimpinan dan kesanggupan orang tua. Saat ini ayah hanya sebagai karyawan swasta dan ibu sudah diberhentikan kerja. Kakak saya juga kuliah,” ungkapnya.

Terkait ketetapan tarif ma’had itu pula Ratri Nurfitriah yang juga merupakan mahasiswa Fakultas Sins dan Teknologi (FST) masih menunggu hasil keputusan pimpinan yang katanya ingin mengubah kebijakan yang telah dikeluarkan. “Kemarin senior kami sudah bilang bahwa ada rapat antara Semaf dan Demaf beserta anggota HMJ, jadi tinggal menunggu perubahan keputusan rektor,” katanya. Dari banyaknya keluhan yang diungkapkan oleh para Camaba jalur SPAN–PTKIN dan SNM-PTN ini, muncul satu pergerakan dari pihak Camaba dengan tagar #mabatolakma’had. Tagar tersebut merupakan tajuk dari gerakan para Camaba yang mengancam mundur untuk menuntut ilmu di UIN SU jika tidak ada keringanan dan kepastian yang didapatkan terkait tarif ma’had yang dinilai tinggi tersebut.

Lokasi pembangunan mah’ad camaba yang masih dalam tahap pembangunan. Kamerawan: Elza Hasyim Nasution

Solusi yang Ditawarkan

Ketua Ma’had Al-Jami’ah Dr. Harun Al-Rasyid mengatakan terdapat keringanan dalam proses pembayaran biaya wajib ma’had. “Keringanan yang diberikan dalam proses pembayaran Ma’had Al-Jami’ah dengan berupa cicilan yang disesuaikan dengan kemampuan mahasiswa baru, bisa 1 bulan 3 bulan maupun 6 bulan tergantung kemampuan mereka masing-masing,” ujarnya.

Subbag Humas UIN SU Yunni Salma, M. Ag. juga mengungkapkan bahwa solusi yang ditawarkan oleh pihak kampus sudah ditetapkan melalui surat edaran. “Kewajiban ma’had sudah menjadi kebijakan yang diwajibkan dan dikuatkan melalui SE rektor, sampai sekarang keringanan yang diberikan masih dengan cara mencicil perbulannya,”ungkapnya. Seiring dengan pernyataan tersebut, Yunni juga melampirkan SE Nomor: B. 29/Un.11.WR.1/B. 5b/PP.00.9/05/2020 yang ditetapkan pada 22 Mei 2020 lalu tentang perubahan tata cara pembayaran tarif wajib ma’had.

Ahmad Ridwan S.Pd., salah satu staf Ma’had Al-Jami’ah berujar bahwa biaya wajib ma’had yang dibayarkan oleh Camaba merupakan harga yang cocok. “Loh ya pas, karena Kegiatan tidak dipungut biaya lagi, karena di ma’had tidak hanya numpang tidur aja, banyak kegiatan belajar ataupun peningkatan ketErampilan,” katanya.

Tinjauan Pembangunan Ma’had Al-Jami’ah

Lokasi pelaksanaan program ma’had juga turut menjadi pertanyaan bagi Camaba dan civitas academica UIN SU, dari situ pula tim reportase Dinamit mulai mengumpulkan informasi terkait lokasi serta pembangunan asrama Ma’had Al-Jami’ah.

Salah seorang narasumber yang tidak ingin diutarakan identitasnya menyebut perihal pembangunan asrama Ma’had Al-Jami’ah kian mendapat terang. Dari informasi yang diterima, untuk lokasi gedung tidak berada di dalam Kampus IV. “Ma’had itu letaknya tidak di lahan UIN dengan gedung yang sekarang. Itu tempatnya di luar kira-kira 3 apa 5 kilometerlah dari situ,” ujarnya.

Lokasi pembangunan mah’ad camaba yang masih dalam tahap pembangunan. Kamerawan: Elza Hasyim Nasution

Untuk mendapatkan informasi lebih spesifik, wawancara beralih ke Helpdesk Ma’had Al-Jami’ah dan diketahui bahwa lokasi asrama ma’had terletak di JL. Bunga Pariama, Kel. Ladang Bambu Kec. Medan Tuntungan, Medan, Sumatera Utara. Dari wawancara via WhatsApp dengan Helpdesk Ma’had UIN SU, dikatakan bahwa saat ini bangunan ma’had akan dirampungkan sebelum Camaba memasuki perkuliahan baru. “Saat ini pembangun ma’had sekitar 80% dan menurut pihak kampus akan dirampungkan sebelum Camaba masuk, pembangunannya juga tetap dilanjutkan,” ungkapnya.

Pada tanggal 4 Juni 2020, Peninjauan lapangan dimulai ke lokasi yang sudah diberitahukan oleh helpdesk ma’had dan ditemukanlah fondasi bangunan tempat pelaksanaan program Ma’had Al-Jami’ah. Hasil tinjauan lokasi menunjukkan bahwa di lokasi tersebut berdiri sebuah kerangka bangunan yang belum sepenuhnya selesai di samping pemukiman warga Kel. Ladang Bambu. Saat memasuki lokasi konstruksi, tidak ada satupun pekerja bangunan dalam lokasi tersebut dan ditemukan pula beberapa kerangka bangunan yang ditumbuhi tumbuhan liar.

Berdasarkan kesaksian penduduk setempat yang tidak ingin disebutkan identitasnya, wacana pembangunan asrama ma’had sudah diberitahukan sejak 2017 silam dengan proses pengerjaan yang cenderung tersendat. “Itu pembangunan udah jalan sejak tahun 2017, terus itu pembangunannya jalan, putus, jalan, putus sampai terakhir pengerjaan terakhir itu tiga bulan yang lalu,” ungkapnya.

Lokasi pembangunan mah’ad camaba yang masih dalam tahap pembangunan. Kamerawan: Elza Hasyim Nasution

Berdasarkan kesaksiannya pula, tersendatnya pembangunan asrama ma’had tersebut diduga karena banyaknya pekerja bangunan yang gajinya tidak dicairkan. “Itu pekerjanya penduduk sini semua, mandornya yang dari luar. Banyak itu yang belum turun gajinya termasuk anak saya juga belum turun gajinya,” tambahnya.

Mendengar informasi tersebut, Dr.Harun Al Rasyid mengaku tidak punya kompetensi untuk menjawab pertanyaan yang diajukan. “Bapak tidak punya kompetensi dan informasi yang ditanyakan. Karena bapak hanya diberikan tugas untuk mengelola program ma’had dan kegiatannya. Sementara untuk pembangunan dan proses yang ada di lapangan itu sepenuhnya tanggung jawab Rektor UIN SU,” ungkapnya.

Koordinator Liputan: Adwar Pratama

Reporter : Anju MintaMarito Manik, Rizky Chairunnisyah, Ahmad Affandi dan Ayu Wulandari Hasibuan

Editor      : Ade Suryanti

- Advertisement -

Share article

Latest articles