Berani Tidak Disukai

- Advertisement - Pfrasa_F
(Foto: Dok. Internet dewaputuam.com)
  • Judul                   : Berani Tidak Disukai
  • Penulis                : Ichiro Kishimi dan Fumitake Koga
  • Penerbit              : PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta
  • Penerjemah        : Adnes Cynthia
  • ISBN                    : 978-602-06-3321-3
  • Tahun terbit        : 2020
  • Cetakan               : Cetakan ketujuh
  • Jumlah halaman : 323 Halaman 

Peresensi: Kinana Dwinta Sukma 

Saat sesorang mencari pengakuan dari orang lain, dan memandang dirinya hanya berdasarkan penilaian orang lain terhadapnya, pada akhirnya dia sama dengan orang yang sedang menjalani kehidupan orang lain” – Berani Tidak Disukai (halaman 136).

Kalimat di atas merupakan salah satu kutipan yang terdapat dalam buku yang berjudul “Berani Tidak Disukai” ini. Buku karangan Ichiro Kishimi dan Fumitake Koga ini sudah terjual sebanyak 3,5 juta. Berani tidak disukai ini merupakan buku self-help yang mengajarkan pembaca tentang filsafat Adlerian, yaitu suatu pendekatan psikologi yang berfokus pada pengembangan diri, dimana seseorang dapat mengontrol hidup mereka dan bertanggung jawab atas kebahagiaan dan keberhasilan diri sendiri.

Baca Juga: Perjuangan Rasulullah dan Para Sahabat dalam Kebangkitan Islam

Buku ini menampilkan dialog-dialog antara seorang filsuf dengan seorang pemuda. Dialog yang dilakukan selama lima malam ini, berisi percakapan dari seorang pemuda yang tidak puas dengan kehidupannya, sedangkan sang filsuf membantu pemuda itu memahami bagaimana masing-masing dari kita mampu menentukan arah hidup, sehingga bebas dari belenggu trauma masa lalu dan beban ekspetasi orang lain. Dialog-dialog tersebut dirangkai menjadi lima percakapan, tiap percakapannya memuat satu inti menarik tentang hidup. 

Berani tidak disukai membantu para pembaca untuk menggali kekuatan di dalam dirinya sebagai bekal meraih kebahagiaan yang diinginkan. Pembaca dapat memahami konsep Adlerian dan bagaimana mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari. Salah satu insight dalam buku ini adalah pentingnya memahami bahwa keberhasilan dan kebahagiaan  tidak hanya tergantung pada faktor eksternal, tetapi juga tergantung pada cara seseorang memandang dan mengelola diri mereka sendiri, seperti kehidupan, uang, dan lainnya.

Selain itu, buku ini juga mengajarkan tentang pentingnya memperkuat hubungan dengan diri sendiri dan orang lain melalui penghargaan, komunikasi yang baik, dan empati. Ada banyak hal baru yang akan membuat pembaca sadar bahwa beberapa hal seharusnya tidak dilakukan saat ini, sebab hal tersebut bisa saja menghambat kebahagiaan pada masa depan. Salah satu contohnya adalah mengingat trauma masa lalu dan hidup demi memenuhi ekspetasi orang lain. Pikiran pembaca akan semakin terbuka, sehingga melangkah lebih baik dan berani untuk tidak disukai oleh orang lain.

Bagian paling menarik dari buku ini adalah percakapan antara pemuda dan filsuf yang menghormati pendapat pemuda itu tanpa berusaha meremehkannya. Sehingga, pembaca dapat belajar sesuatu dari perspektif filsuf tersebut. Pertama-tama, pembaca akan berpikir bahwa sudut pandang pemuda lebih masuk akal daripada filsuf dan membuat mereka percaya bahwa itu adalah kebenaran, tetapi signifikansi kebenaran adalah sesuatu yang abstrak. Justru dari irasionalitas inilah pembaca akan belajar banyak tentang pemikiran-pemikiran baru dari sang filsuf.

Sudut pandang yang ditawarkan bukan hanya dari bualan opini semata, tetapi juga memasukkan teori rasional dan sudut pandang. Meskipun dialog dalam buku ini terkadang sulit untuk pahami, jika kita memperhatikannya dengan cermat, kita dapat dengan mudah memahami setiap kata yang diucapkan oleh filsuf tersebut kepada sang pemuda karena menggunakan bahasa yang berwawasan luas.

Buku ini memuat banyak pandangan Alfred Adler, seorang ilmuwan terkenal di abad ke-19. Menurut pandangan psikologis Alfred Adler, ketidakbahagiaan seseorang saat ini bukanlah hasil dari luka batin atau trauma masa lalu. Adler menyatakan bahwa pengalaman seseorang sebelumnya dapat memengaruhi kemampuan dan kepribadian seseorang. Adler juga menekankan bagaimana bereaksi terhadap sesuatu daripada berfokus pada apa yang telah terjadi karena menurutnya peristiwa yang sudah terjadi hanyalah sebuah masa lalu.

Baca Juga: Aku Bukannya Menyerah, Hanya Sedang Lelah 

Editor: Annisa

- Advertisement -

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Share article

Latest articles