Tjong A Fie Mansion (Disaat Keberagaman Menjadi Satu) Sejarah Singkat Tjong A Fie

- Advertisement - Pfrasa_F

DSC01301

Medan, Dinamika Online – Tjong A Fie (dengan nama kecil Tjong Fung Nam) lahir pada tahun 1860 di desa Sung Kow (Mei Xien), Canton, Cina. Ia adalah seorang Cina yang masih berkerabat dengan kekaisaran Cina. Pada usia yang masih belia (17 tahun), Ia berlayar ke pantai timur Sumatera dan berlabuh di Kampung Laboen atau yang sekarang lebih dikenal sebagai Belawan. Meski tanpa ada kerabat yang dikenal, Tjong A Fie mampu dengan cepat membaur dengan masyarakat di Medan saat itu, yaitu bangsa Melayu. Dia percaya jika mampu mengikuti adat istiadat dan budaya masyarakat setempat, maka akan mudah untuk mendekatinya. Hal itu lah yang dibuktikan oleh Tjong A Fie sehingga dengan mudah dapat langsung menjalin hubungan dekat dengan Sultan Deli bahkan dengan Belanda pada waktu itu.

Kedekatannya dengan Sultan Deli jua lah yang membuat nama Tjong A Fie semakin tersohor. Berkat kejujuran dan kebaikannya, kerap kali Ia dipercaya untuk mengelola lahan untuk dijadikan kebun. Lahan kebun Tjong A Fie pada waktu itu tersebar luas di Perbaungan, Pulo Brandan, hingga Tapanuli. Dari hasil kebun-kebunnya itu lah Ia bisa mendapatkan harta kekayaan yang banyak. Namun begitu, Ia tetap dermawan dan menjadi salah satu orang yang paling berpengaruh terhadap perkembangan kota Medan. Ia akhirnya wafat pada usia 61 tahun, 4 februari 1921 dan dimakamkan di Pulo Brandan sebagai sosok yang dermawan tanpa pilih kasih.

TJONG A FIE MANSION

Tjong A Fie Mansion adalah sebuah rumah tua yang dibangun oleh Tjong A Fie untuk kediaman Dia dan keluarganya pada tahun 1895 di Kesawan. Rumah yang berdiri di atas area seluas 8.000 m2 saat ini juga dioperasikan menjadi museum. Total ruangan yang ada di lantai satu dan dua mencapai lebih dari 35 ruangan dengan interior gabungan antara Cina, Eropa dan Melayu yang sangat indah.

Bukti kedermawanan dan kebaikan Tjong A Fie untuk semua umat dapat dilihat pada warna hijau dan kuning pada bangunan rumah yang melambangkan hijau untuk keislaman dan kuning yang melambangkan budaya melayu. Saat memasuki ruang pertama, pengunjung sudah bisa melihat foto-foto keluarga besar Tjong A Fie. Yang paling terlihat beda tentu fotonya bersama istri ketiganya Lim Koei-Yap (1880-1972). Lim adalah gadis melayu dari Binjai. Hal itu membuktikan bahwa Tjong A Fie bukan orang yang hanya terbatas berhubungan dengan ras atau bangsanya saja. Tapi juga terbuka untuk suku bangsa lain. “Tjong A Fie seorang yang terbuka. Prinsipnya, dimana bumi dipijak, disitu langit dijunjung.” Tutur Fon Prawira Tjong, cicit dari Tjong A Fie yang sekarang menjadi pengurus museum sekaligus penghuni rumah Tjong A Fie sekarang.

Ruang berikutnya memuat berbagai jenis barang dan perabot mulai dari ukiran-ukiran, piano yang masih berfungsi, dan sempoa yang masih utuh tertata rapi di atas meja. Di situ juga terdapat foto bangunan masjid yang didirikan di Sipirok, Tapanuli Selatan. Masjid itu lah masjid juga salah satu bukti bukti kedermawanan Tjong A Fie bagi seluruh umat. Tidak hanya itu, foto bangunan hindu, gereja hingga pemberian sedekah kepada fakir muskin juga terpampang jelas di ruangan tersebut.

Memasuki ruang berikutnya, ada sebuah pajangan besar yang berisi lima wasiat-wasiat dari Tjong A Fie. Diantara isi wasiat tersebut adalah “Memberikan sedekah/santunan kepada yang berkepentingan tanpa membedakan golongan bangsa.” Wasiat ini juga merupakan suatu alasan kenapa Tjong A Fie dikenal oleh semuat bangsa. Bahkan sebagian  isi wasiat-wasiat tersebut mirip dengan ajaran Islam. “Ada dosen dari IAIN SU yang sudah membaca wasiat ini dan mengatakan bahwa sebagian wasiat ini adalah ajaran islam. Yaitu untuk bersedekah dan membantu sesama,” sambung Fon Prawira Tjong.

Setelah itu pengunjung akan diantarkan masuk keruang tengah yang terdiri dari ruang tamu, ruang sembahyang, kamar tidur, hingga ruang makan Tjong A Fie. Seluruh ruangan masih terlihat asli. Lantai marmer Itali dengan cat tangan tertata rapi di depan ruang sembahyang. Lukisan langit-langit khas Cina yang menggunakan bahan cat alami tersuguh indah di atas. Ukiran-ukiran negara lain juga dapat ditemukan di rumah ini. Yaitu tempat tidur Tjong A Fie yang berasal dari Yunani.

Di ruang makan kita bisa menemukan satu meja makan keluarga lengkap dengan porselen dengan corak melayu. Di situ juga bisa ditemui sebuah lemari yang berisi porselen-porselen dari Cina dan Belanda dengan corak khas masing-masing negara.

Ruang tamu juga tak kalah indah. Dua buah lukisan sulam tergantung rapi di dinding rumah. Satu set piano asal Amerika Serikat yang masih berfungsi terdapat di sudut ruangan. Serta sebuah lemari berisi buku-buku bacaan Tjong A Fie dulu ada di ruangan itu.

Di lantai dua, pengunjung kembali bisa melihat foto-foto dokumentasi Tjong A Fie. Ruang lantai dua itu konon adalah ruang dansa bagi tamu-tamu Tjong A Fie. Tak heran ada sebuah pemutar piringan hitam disitu.

Perjalanan menyusuri tiap jengkal sejarah yang ada di Tjong A Fie Mansion seakan membuat kita kembali ke masa lalu. Bukan hanya budaya Cina kuno. Corak melayu hingga Eropa kuno akan membuat mata tak sempat berkedip menatap keindahannya. Keberagaman budaya dan corak itu mampu menyatu dengan seimbang dalam paduan seluruh interior rumah. Nuansa abad 19 akan merasuk ke dalam tubuh bahkan saat sudah keluar dari museum tersebut. Bagi Anda yang tertarik untuk berkunjung, Tjong A Fie Mansion dapat ditemui di Jl. Jend. Ahmad Yani, No. 105, Kesawan, Medan. Harga tiket masuk hanya Rp 35.000 bagi pengunjung umum dan Rp 20.000 bagi pelajar.

Reporter        : Adjie Pratomo Amry

- Advertisement -

2 KOMENTAR

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Share article

Latest articles