Addin 416: Allah Tidak Butuh Salat Kita

- Advertisement - Pfrasa_F
(Ilustrator: Rodiatul Adawiyah Harahap)

Penulis: Umaira Sabila

Sebagai seorang muslim, tentunya sering kali kita mendengar kata salat yang merupakan rukun Islam yang kedua. Namun sayangnya, beberapa umat muslim menganggap bahwa salat hanya untuk orang-orang taat atau orang-orang yang ingin terlihat saleh. Padahal, entah tinggi ataupun rendah jabatan kita, buruk baiknya perbuatan yang kita lakukan, jangan pernah tinggalkan salat.

Salat itu kewajiban yang artinya harus dikerjakan, jika ditinggalkan maka seseorang tersebut akan mendapatkan ganjaran berupa dosa. Allah Subhaanahu Wata’ala (Swt.) juga menegaskan untuk melaksanakan kewajiban berupa salat dalam sebuah ayat Al-Qur’an yang artinya,

“Dirikanlah shalat dan janganlah kamu termasuk orang-orang yang mempersekutukan Allah.” (Q.S. Ar-Rum: 31).

Baca Juga: Addin 415: Hidayah; Pilihan atau Takdir?

Dalam ayat ini, Allah Swt. menyamakan antara orang yang meninggalkan salat dengan pelaku syirik, di mana orang musyrik lebih mendahulukan apa pun selain Allah. Sama dengan orang yang meninggalkan salat, mereka mendengar azan terapi tidak bergeming dan memedulikan dan tetap meneruskan pekerjaan. Seolah-olah semua itu lebih agung dan lebih pantas untuk didahulukan daripada Allah Yang Maha Esa.

Maka, janganlah sampai meninggalkan salat jika tidak ingin dicap sebagai orang musyrik. Syirik adalah dosa yang paling besar. Jika pelakunya meninggal dan belum sempat bertobat, maka niscaya dia terjatuh dalam bahaya yang sangat besar. Hal ini disampaikan dalam firman Allah Subhaanahu Wata’ala, artinya:

“Sesungguhnya orang yang mempersekutukan (sesuatu dengan) Allah, maka pasti Allah mengharamkan kepadanya surga, dan tempatnya ialah neraka, tidaklah ada bagi orang-orang zalim itu seorang penolong pun.” (Q.S. Al-Maidah: 72).

Dari beberapa amalan ataupun rukun Islam yang ada, salat adalah amalan yang akan pertama kali dihisab di hari kiamat nanti. Rasulullah pernah bersabda:

“Sesungguhnya amalan yang paling pertama dihisab dari seorang hamba pada hari kiamat adalah salatnya. Jika salatnya baik, maka ia telah beruntung dan selamat, tetapi jika salatnya rusak, maka ia telah binasa dan merugi.” (H.R. Tirmidzi dan Nasa’i).

Naudzubillah min dzalik, jangan sampai kita termasuk orang-orang yang merugi. Perbaiki salatmu, maka Allah akan memperbaiki hidupmu. Jangan sampai Subuh kesiangan, Zuhur kelelahan, Asar kelupaan, Magrib kelewatan, dan Isya ketiduran. 

Kelak di akhirat, orang yang meninggalkan salat tidak akan mampu bersujud di hadapan Allah ketika mukmin lainnya bersujud.

Allah Swt. berfirman yang artinya, “Pada hari betis disingkapkan dan mereka dipanggil untuk bersujud; maka mereka tidak kuasa. (Dalam keadaan) pandangan mereka tunduk ke bawah, lagi mereka diliputi kehinaan. Dan sesungguhnya mereka dahulu (di dunia) diseru untuk bersujud, dan mereka dalam keadaan sejahtera.” (Q.S. Al-Qalam: 4142).

Ketika semua manusia dikumpulkan di akhirat maka bersujudlah semua orang mukmin di sana,  mulai yang paling pertama diciptakan hingga yang paling akhir diwafatkan. Akan tetapi, orang-orang kafir, munafik, syirik, serta orang yang meninggalkan salat tidak mampu bersujud. 

Dalam ayat di atas disebutkan karena mereka telah diseru untuk bersujud di dunia, tetapi mereka enggan. Padahal mereka dalam keadaan aman, tidak ada yang menghalangi mereka untuk salat. Maka dari itu, Allah menghinakan mereka dengan tidak mampu bersujud di hadapan-Nya.

“Tiap-tiap diri bertanggung jawab atas apa yang telah diperbuatnya, kecuali golongan kanan, berada di dalam surga. Mereka tanya menanya tentang (keadaan) orang-orang yang berdosa, ‘Apakah yang memasukkan kamu ke dalam Saqar (neraka)?’ Mereka menjawab: ‘Kami dahulu tidak termasuk orang-orang yang mengerjakan salat, dan kami tidak (pula) memberi makan orang miskin, dan adalah kami membicarakan yang batil, bersama dengan orang-orang yang membicarakannya, dan adalah kami mendustakan hari pembalasan hingga datang kepada kami kematian’.” (Q.S. Al-Muddassir [74] : 3847)

Setiap orang yang memiliki sifat di atas, atau bahkan seluruhnya, berhak masuk dalam Neraka Saqor dan mereka termasuk orang mujrim (yang berbuat dosa). Dalil mengenai hal ini cukup jelas. Jika memang terkumpul seluruh sifat di atas, tentu kekafiran dan hukumannya lebih keras. Sekalipun hanya satu sifat saja yang dimiliki, tetaplah hukuman itu ia dapati.

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam (saw.) pernah bersabda, “Barang siapa yang menjaga salat lima waktu, maka salat itu akan menjadi cahaya, bukti, dan keselamatan baginya pada hari kiamat. Dan barangsiapa yang tidak menjaganya, maka ia tidak mendapatkan cahaya, bukti, dan juga tidak mendapat keselamatan. Dan pada hari kiamat, orang yang tidak menjaga salatnya itu akan bersama Qarun, Fir’aun, Haman, dan Ubay bin Khalaf.” (H.R. Ahmad).

Berdasarkan ayat-ayat dan hadis di atas, bisa disimpulkan bahwa salat yang kita laksanakan akan kembali untuk diri kita sendiri. Walaupun Allah memerintahkan kita untuk beribadah, bukan berarti Dia yang membutuhkan ibadah kita. Allah Maha Kaya, Maha Sempurna, dan tidak membutuhkan apa pun dari ciptaan-Nya.

Maka sudah sepantasnya bagi setiap muslim untuk serius dan perhatian terhadap salatnya. Salat merupakan penghubung antara diri dan Rabbi. Setiap muslim harus memperhatikan tiap-tiap rukun, kewajiban, sunnah-sunah salat, dan apa-apa yang berkenaan dengannya. Kemudian menjalankan salat dengan penuh kekhusyukan dan ketenangan.

Sobat Kampus yang dimuliakan oleh Allah, jika kita ingin salat tapi menunggu diri kita menjadi orang baik lebih dulu, maka percayalah salat tersebut tidak akan pernah tertunaikan barang sekali seumur hidup. Sejatinya, tidak ada orang yang benar-benar baik di muka bumi ini. Bagaimana jika saat dalam proses menjadi orang baik tadi Allah lebih dulu mengambil nyawa kita?

Kita beramai-ramai mengangkat tangan jika ditanya siapa yang ingin masuk surga, tetapi tidak mau salat karena belum berperilaku baik? Itu sungguh tidak masuk akal. Tugas kita sebagai manusia ialah berusaha berbuat baik dan menjadi baik. Akan tetapi, sesungguhnya salatlah yang menjadi sarana kita untuk belajar dan berusaha menjadi baik. Dengan salatlah kita menghindari perbuatan keji dan mungkar.

Tetaplah salat meski belum sepenuhnya menjadi orang baik. Tetaplah salat meskipun orang-orang di sekitar kita bersikap sinis dan mencemooh salat yang kita laksanakan. Tetaplah salat, apa pun yang terjadi. Tetaplah salat sebelum kita yang disalatkan. 

Baca Juga: Addin 414: Istikamah Tidak Mudah, Bukan Berarti Tidak Mungkin

  • Nama             : Umaira Sabila
  • Jurusan         : Ilmu Komunikasi
  • Fakultas        : Ilmu Sosial
  • Semester      : IV
  • Media sosial : @irasbl_ (Instagram)
- Advertisement -

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Share article

Latest articles