Nursery: Solusi Konflik Petani dan Gajah

- Advertisement - Pfrasa_F
(Foto: Dok. Istimewa)

Penulis: Dona Dwi Novita

Berawal dari keresahan masyarakat di daerah Duri, Kecamatan Mandau, Kabupaten Bengkalis, Riau terkait gajah liar, sekelompok orang yang peduli dengan kondisi lingkungan alam dan habitat gajah liar yang mulai sulit ditemukan, maka dibentuklah Rimba Satwa Fondation (RSF). 

RSF merupakan sebuah yayasan yang berfokus kepada konservasi dan pelestarian satwa terutama gajah untuk mencegah kepunahan dan mempertahankan habitat asli gajah. Gajah-gajah yang masih hidup secara alami disebut gajah liar yang berbeda dengan di kebun binatang yang sudah dijinakkan. Pakan yang masih bersumber dari alam, kebutuhan yang mengandalkan alam, dan bermigrasi dari satu tempat ke tempat lain guna berkembang biak dan bertahan hidup. RSF juga bertujuan untuk menjadi penengah, tidak hanya bagi hewan, tetapi juga bagi masyarakat. 

Baca Juga: Tradisi Pacu Jalur, Budaya yang Masih Ada Sampai Sekarang

Keresahan masyarakat terkait gajah liar bermula pada beberapa lahan milik warga yang menjadi rute perlintasan gajah yang menyebabkan terjadinya kerusakan tanaman warga. Melihat kondisi lingkungan pertanian masyarakat yang rusak, secara berkala dalam kurun waktu tertentu menjadi keresahan petani dalam bercocok tanam, bahkan menimbulkan kerugian karena belum ada solusi atas permasalahan yang ada. 

Salah satu solusi yang dimiliki oleh masyarakat justru dengan membunuh gajah ini, baik dengan racun, jerat, bahkan ditembak karena ingin menghilangkan hewan yang mereka anggap hama. Konflik antara manusia dengan gajah tak terhindari yang berakibat merosotnya jumlah populasi gajah ke tahap terancam punah.

Zulhuni Syukri, salah satu dari tiga Founder RSF merasa perlu adanya sebuah pergerakan untuk melindungi dan menjaga populasi hewan gajah Sumatra yang hampir punah. “Media sekarang kebanyakan memberitakan kerusakan yang ditimbulkan oleh gajah, seolah-olah gajah menjadi penjahat bagi masyarakat,” ujarnya saat diwawancarai.

Salah satu program dari RSF yakni mengedukasi masyarakat bahwa gajah adalah hewan yang harus dilindungi, bukan sebuah ancaman yang patut untuk dibunuh. Ada solusi lain yang bisa dilakukan selain menyiksa hewan satu ini. Permasalahan yang dialami masyarakat seperti kerusakan lahan, RSF memberikan solusi berupa bibit dan kompos yang dibagikan secara gratis kepada masyarakat yang terdampak konflik. 

RSF mengembangkan tempat pembibitan disebut dengan Nursery yang nantinya dapat dibagikan kepada masyarakat. Luas lahan yang dimiliki RSF sekitar 2,5 hektare dan ditanami sembilan jenis bibit tanaman yang tidak disukai oleh gajah namun bernilai ekonomis, di antaranya bibit mangga, matoa, alpukat, petai, durian, kelengkeng, jengkol, kopi, dan nangka. 

RSF juga membentuk kelompok tani dengan nama Kelompok Tani Hutan (KTH) yang tersebar di beberapa daerah dengan masing-masing kelompok terdiri dari 15 orang. KTH difokuskan bagi masyarakat yang terdampak konflik dengan gajah, syarat menjadi anggota KTH harus memiliki bukti kelayakan diri seperti berdomisili di Duri, memiliki konflik dengan gajah, dan memiliki lahan perkebunan. 

Kegiatan yang dilakukan di antaranya penyuluhan, pemberian bibit tanaman, dan memberikan pemahaman serta edukasi kepada masyarakat tentang langkah yang tepat ketika berhadapan dengan gajah agar tidak membunuh mereka. Tidak hanya anggota KTH saja yang mendapatkan bibit tanamna secara gratis, masyarakat yang datang ke Nursery ketika meminta bibit untuk ditanam di kebun mereka pihak RSF tetap akan memberikannya secara gratis dan tetap dipantau juga. 

Selain bibit, Nursery juga menyediakan pupuk kompos yang terbuat dari sekam, kotoran sapi, tanah hitam, EM4, hijauan (sampah hijau). Pupuk ini juga diberikan secara gratis untuk menunjang pertumbuhan dari bibit yang sudah ditanam. Distribusi pupuk ini hanya dilakukan sebanyak dua kali, yakni waktu penanaman awal dan pemupukan kedua, selanjutnya akan diserahkan kepada masyarakat dalam pemenuhan pupuk tanaman mereka. Untuk kebutuhan air dalam proses pembibitan dan pupuk kompos, RSF mengandalkan telaga yang terleatak di samping Nursery. Telaga ini bekas penambangan pasir sehingga di musim kemarau tetap tidak kering airnya. 

Husni berharap agar kegiatan yang mereka lakukan bisa membawa perubahan dan kesadaran bagi masyarakat dan menumbuhkan kepedulian akan pentingnya menjaga populasi hewan terutama gajah liar agar tidak punah. “Kami bukan bertujuan untuk mencari uang karena memang ini bukan pekerjaan menghasilkan uang. Hal yang kami dapatkan hanya kepuasan moral,” tutupnya.

Baca Juga: Frugal Living dan Minimalis, Mengenal Gaya Hidup Para Tokoh Dunia

Editor: Syahda Khairunnisa

- Advertisement -

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Share article

Latest articles